Perkembangan berbeda dengan pertumbuhan tetapi saling terkait dalam
proses perkembangan. Pertumbuhan merupakan proses kuantitatif yang menunjukkan perubahan yang dapat diamati secara fisik. Pertumbuhan dapat diamati melalui penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak. Misalnya seorang anak kecil menjadi tinggi dan besar. Sedangkan perkembangan merupakan proses kualitatif yang menunjukkan bertambahnya kemampuan (ketrampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang beraturan dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan berkaitan dengan aspek kemampuan motor, intelektual, sosial, emosional, dan bahasa. Misalnya anak menjadi lebih cerdas atau lebih fasih berbicara.
A. Perkembangan Fisik
1. Teori pendukung perkembangan motor anak : teori kematangan (maturational
theory)
Teori ini mengajarkan bahwa anak mempunyai waktu kematangan masing-masing. Pada saat anak telah matang maka ia siap melakukan suatu hal yang baru.. Dari sudut pandang neurologis, kematangan sel syaraf akan membuat anak siap melakukan hal- hal baru. Kematangan tidak perlu dipengaruhi oleh latihan-latihan, tetapi memberikan pengalaman yang menyenangkan dan dengan cara yang tepat dapat berpengaruh pada kematangan.
2. Perkembangan Fisik meliputi :
a. Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar anak akan berkembang sesuai dengan usianya (age appropriateness). Orang dewasa tidak perlu melakukan bantuan terhadap kekuatan otot besar anak. Jika anak telah matang, maka dengan sendirinya anak akan melakukan gerakan yang sudah waktunya untuk dilakukan. Misalnya : seorang anak usia 6 bulan belum siap duduk sendiri, maka orang dewasa tidak perlu memaksakan dia duduk di sebuah kursi.
Tahapan motorik kasar untuk anak :
1) Merangkak
2) Berdiri
3) Memanjat
4) Berjalan
5) Berlari
6) Menendang
7) Menangkap
8) Melompat
9) Meluncur
10) Lompat tali
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung motorik kasar anak misalnya :
1) Berjalan dengan berbagai gerakan
2) Mencari jejak
3) Berjalan seperti binatang
4) Berjalan naik turun tangga
5) Berbaris, melangkah, berjinjit, berjalan seperti gerakan kuda lari
6) Berlari seperti pecutan kuda
7) Berjalan di tempat
8) Lompatan kanguru
9) Melompat dengan trampoline kecil
10) Melompat seperti katak
11) Berjalan dengan papan titian maju, mundur, ke samping, membawa benda.
12) Place two poles between 2 cahirs’ backs and have children to duck
13) Pick up chips/put down chips. (mengambil barang-barang di lantai dan mengumpulkannya ke dalam basket)
14) Membungkuk/mengumpulkan makanan
15) Bermain terowongan
16) Bermain kursi ditutup selimut
17) Menginjak alas dengan berbagai bahan seperti kartun /plastic bekas telur,
kain perca, potongan gelas aqua, sabut kelapa. dsb)
18) Melemparkan barang-barang ke mulut harimau )
19) Kursi bermusik
Bermain dengan aturan. Untuk 3 tahun ke atas.
Berdiri di lingkaran dan berputar dengan musik. Kursi diambil 1, jika music berhenti, masing-masing harus mendapatkan 1 kursi.
Untuk anak toodler, boleh digunakan asal kursinya tidak diambil. Semua anak dapat kursi.
20) Hula hop, senam dan lagu.
21) Bermain outdoor
22) Menggulung/menendang/melempar / menangkap
b. Perkembangan motorik halus.
Motorik halus mengembangkan kemampuan anak dalam menggunakan jari-jarinya, khususnya ibu jari dan jari telunjuk. Kemampuan motorik halus ada bermacam- macam, yaitu ;
1) Memegang (grasping)
a) Palmer grasping
Anak menggenggam sesuatu benda dengan menggunakan telapak tangannya.
Biasanya usia anak di bawah 1.5 tahun lebih cenderung menggunakan genggaman ini. Anak merasa lebih mudah dan sederhana dengan memegang benda menggunakan telapak tangan. Kadang kita bisa mengamati anak memungut kismis , tetapi kemudian sering diacak-acak memakai telapak tangan. Karena motorik halus yang belum berkembang dengan baik, maka anak perlu mendapatkan alat-alat yang lebih besar untuk melatih motorik halusnya. Jangan memberi crayon / kuas yang kecil pada anak usia 1,5-2 tahun, tetapi gunakan yang lebih besar. Demikian pula jika memberikan piring, gunakan piring yang lebih cekung dan sendok yang lebih panjang dan kecil, sehingga ketika anak mengambil sesuatu dari piringnya, ada penahan pada dinding piring.
b) Pincer grasping
Perkembangan motorik halus yang semakin baik akan menolong anak untuk dapat memegang tidak dengan telapak tangan, tetapi dapat menggunakan jari-jarinya. Ketika anak sedang makan, maka cara memegang sendoknya pun akan lebih baik, menyerupai cara orang dewasa memegang.
1) Mencoret
Anak senang mencoret-coret (mark-makings) menggunakan beberapa alat tulis seperti crayon, spidol kecil, spidol besar, pensil warna, kuas, dsb. Coretan ini akan makin bermakna seiring dengan perkembangan kemampuan motorik halus dan kognisi anak.
c. Koordinasi tangan mata
Koordinasi mata tangan memiliki 2 aspek yaitu
1) Kemampuan menolong diri sendiri (self help skill)
Kemampuan untuk menolong diri sendiri misalnya :
· mencuci tangan
· menyisir rambut
· menggosok gigi
· memakai pakaian
· makan dan minum sendiri, dsb
2) Kemampuan untuk pembelajaran
Koordinasi tangan dan mata anak dapat dilatih dengan banyak melakukan aktivitas misalnya :
· membuka bungkus permen
· membawa gelas berisi air tanpa tumpah
· membawa bola di atas piring tanpa jatuh
· mengupas buah
· bermain playdough
· meronce, menganyam, menjahit
· melipat
· menggunting
· mewarna, menggambar dan menulis
· menumpuk mainan, dsb
Setiap gerakan yang dilakukan anak akan melibatkan koordinasi tangan dan mata juga gerakan motorik kasar dan halus. Makin banyak gerakan yang dilakukan anak, maka makin banyak pula koordinasi yang diperlukannya. Karena itu, anak perlu mendapatkan banyak kegiatan yang menunjang motorik kasar dan halus anak, yang tentunya dirancang dengan baik seduai dengan usia perkembangan anak.
B. Perkembangan Sosial Emosional
1. Kelekatan Pra kelahiran
Lingkungan prenatal adalah fisiological environment.
Pengaruh psikologis selama kehamilan akan berpengaruh pada fisiological anak.
Sejak dari kandungan anak sudah memiliki ikatan emosional dengan ibunya.
Di dalam kandungan, ibu sudah memiliki rasa penerimaan terhadap bayi (physiological attachment). Ikatan ini membuat bayi bisa bertahan selama berada di dalam kandungan ibu. Ketika bayi dilahirkan, dengan pemotongan tali pusar yang menghubungkan bayi dan anak, maka kelekatan fisik (physical attachement) menjadi terputus dan mulailah ikatan secara psikologis (psychological attachement ) antara ibu dan anak. Penelitian menemukan bahwa ikatan psikologis berperan bagi anak itu nantinya untuk mempertahankan hidupnya di dunia ini.
3. Teori tentang kelekatan bayi :
a. Ethological Explanation (John Bowlby – 1969)
Teori ini percaya pada peranan pengasuh (ibu, nenek, bibi, dll), konsistensi, dan lingkungan. Pengasuh yang sering bersama anak dapat membaca tanda-tanda / respon anak. Demikian juga lingkungan yang konsisten akan membuat anak lebih dekat dengan orang-orang dan situasi yang selalu bersama anak.
Diperlukan objek lekat yang memenuhi kebutuhan psikologis anak.
Bowlby menjelaskan sejumlah kunci yang menunjukkan kelekatan anak pada orang dewasa :
1) Seorang anak dilahirkan dengan predisposisi untuk lekat pada pengasuhnya.
2) Seorang anak akan dapat mengatur perilakunya dan menjaga hubungan kelekatan dengan orang yang dekat dengannya yang merupakan kunci kemampuan bertahan hidupnya secara fisik dan psikologis.
3) Perkembangan social sangat berhubungan dengan perkembangan kognisi.
Seorang bayi berusia 6 bulan ke atas bertemu dg wanita selain ibunya, dia mulai bisa mengenali bahwa dia bukan ibunya. Seorang bayi mengenali ibunya dengan menunjukkan senyum
4) Seorang anak akan memelihara hubungan dengan orang lain jika orang tersebut banyak menunjukkan fungsinya yang bertanggungjawab pada diri anak itu.
5) Jika orangtua tidak mampu menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan anak, maka anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan emosi dan kemampuan berpikirnya.
6) Perilaku anak seperti tersenyum, memanggil, menangis, menggelayut menunjukkan perilaku kelekatan pada orang yang ada di hati anak.
Lebih jauh, teori Eric Ericson (teori psikososial) mengemukakan kepercayaan
dasar yang perlu dibangun di dalam diri anak. Kasih sayang membuat anak lebih bisa bertahan hidup, karena itu kasih sayang merupakan kebutuhan paling mendasar di dalam diri anak..
Harslow pernah melakukan percobaan dengan simpanse. Dalam penelitiannya ia memberikan simpanse suatu makanan yang dibungkus dengan logam dan suatu benda (bukan makanan) yang dibungkus dengan bulu-bulu. Ternyata simpanse memilih makanan yang dibungkus logam, tapi hanya sebentar, lalu pindah ke makanan yang dibungkus bulu-bulu. Bayi sekalipun diberi makanan tetapi jika ibunya tidak memberikan dengan rasa kasih sayang, mungkin saja anak tidak mau makan/minum. Jadi kebutuhan anak yang utama adalah rasa nyaman. Apapun yang dibutuhkan anak seperti rasa lapar, haus, ganti popok, dll akan terpenuhi jika rasa nyaman terlebih dahulu diperoleh anak itu.
Anak merasa lekat pada seseorang, hanya lewat perasaannya. Kadang di lembaga anak usia dini seorang anak lekat pada guru yang satu, tetapi tidak pada guru yang lain. Atau mungkin pada pembantu yang satu bukan yang lain. Mungkin saja seorang anak tidak mau sama sekali pada orang lain. Jika seseorang dekat pada seorang anak, maka orang tersebut akan bisa membaca segala tanda dari anak. Baik saat bayi tersenyum ataupun menangis. Misalnya : seorang bayi menangis, maka orang yang terdekat akan mengetahui apakah tangis bayi itu tangis kelaparan, kedinginan, ketakutan, tidak nyaman, dsb. Orang tersebut akan mudah mengenali tangis anak yang terdengar berbeda-beda, sehingga diapun merespon dengan cara yang berbeda-beda. Dia sangat mengetahui bahwa jika tangisnya menunjukkan rasa lapar, maka bayi tersebut langsung diam begitu mendengar sang ibu yang sedang membuatkan air minum dan ia mendengar suara air termos dituang ke dalam botol. Ibu mungkin merespon tangis bayi anak yang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan menggendongnya, atau tangis karena mengompol dengan segera mengganti popok si bayi, dll.
b. Psychoanalytic Explanation (Sigmund Freud)
Teori ini mengatakan bahwa kelekatan anak bukan pada sesuatu yang psikis,
tetapi lebih pada makanan..Anak terikat pada pengasuh karena makanan, karena kebutuhan rasa lapar terpenuhi Saat lahir kebutuhan dasar yang hrs dipenuhi adalah rasa lapar. Jadi dia tidak perduli siapa yang memberikan makanan pada bayi, dia hanya perlu kebutuhan rasa lapar dan haus terpenuhi. Teori Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan yang mendasar adalah makanan. Lihat di panti asuhan, mereka merasa dekat dengan pengasuh yang sering memberi makanan kepada mereka. Bayi jika tidak diberi makanan, dia akan mati. Bayi masih bisa merasa bertahan tanpa kasih sayang asal ada makanan.
Dengan adanya attachment anak dapat membangun hubungan dari simple to complex. Anak sudah tahu cara bagiamana agar ia dapat didekati oleh orangtuanya. Jadi antara yang psychoanality dan ethological bisa saling memahami. Freud memang hanya pada instink. Bowlby tidak hanya pada makanan, tetapi lebih keseluruhan, termasuk attachment.
3. Anak mengetahui cara untuk menyesuaikan diri. Kemampuan ini dimiliki anak lebih baik daripada orangtua.
Studi mengenai situasi yang asing oleh Mary Ainsworth (murid dari Joh Bowlby) mengatakan bahwa anak memiliki beberapa kelekatan, yaitu :
a. Kelekatan yang nyaman (secure attachment )
1) Anak lebih baik dilatih untuk mengeksplor segala sesuatu sendiri, jika memungkinkan orangtua menjauh, sehingga anak bisa melalukan segala sesuatu atas kemauan sendiri.
2) Kemandirian akan membuat anak lebih mudah memiliki kelekatan yang nyaman. Anak berada dalam situasi yang beragam, kadang bisa mandiri kadang bsa bersama ibu, atau orang lain.
3) Anak perlu membangun rasa percaya pada orang lain dan lingkungannya.
4) Anak yang mendapatkan penghargaan dari orang-orang yang dicintainya, akan memberikan rasa percaya diri pada anak itu.
5) Karakter yang terbangun pada masa usia dini seperti kemandirian, ketekunan, percaya diri, dll akan berdampak pada hubungan yang baik di masa selanjutnya.
b. Kelekatan yang tidak nyaman (insecure attachment).
Anak bisa ditakut-takuti ibunya karena :ia percaya pada ibunya, juga karena dia tidak bisa membedakan yang riil dan imajinasi, logika anak belum berjalan dengan baik.
Orangtua yang sering menunjukkan perilaku cemas dalam kehidupan sehari-harinya akan memicu anak untuk mudah cemas pula. Orangtua yang berada dalam kondisi sosial yang rendah, hubungan dengan orang lain yang sangat kurang, kurang dapat mengendalikan diri, mudah marah, dll akan mudah terinternalisasi dalam diri anak. Orangtua juga sering menunjukkan sikap yang tidak konsisten pada anak baik secara langsung maupun tidak langsung Perilaku-perilaku tersebut memicu rasa tidak nyaman bagi anak.
Kelekatan tidak nyaman akan muncul ketika anak mengalami kecemasan pada beberapa hal berikut, yaitu :
1) Kecemasan pada orang asing (stranger attachmenty)
Kecemasan pada orang asing (stranger anxiety ) adalah normal pada perkembangan social anak. Karena itu orangtua perlu berhati-hati dalam memberikan anaknya pada orang lain. Selama dia asing bagi anak itu, maka anak tidak akan pernah mau bersama orang itu. Kecemasan berpisah biasanya muncul setelah anak mencapai usia tertentu, khususnya menjelang masuk ke sekolah.
Bagaimana cara agar anak bisa berangkat ke sekolah tanpa ditunggu orangtua dan merasa nyaman ? Yang terpenting adalah membangun rasa percaya anak di lingkungan barunya. Beberapa masukan berikut ini bisa dicoba, mungkin dapat membantu anak agar lebih berani ke sekolah :
ü Orangtua melakukan orientasi lebih dulu terhadap sekolah itu, sehingga anak merasa mengenal sekolah itu dan tidak kaget. Kalau perlu anak bermain bebas di sekolah itu selama beberapa waktu, sehingga anak tidak asing dengan bangunan dan suasana sekolah, juga wajah orang-orang yang ada di sekolah termasuk para guru.
ü Setelah anak merasa kenal dengan lingkungan barunya, anak mulai dapat
dimasukkan ke sekolah, dengan pendampingan dari orangtua/pengasuh sampai anak merasa dekat dengan para guru dan teman-teman di sekolah.
ü Secara berangsur, orangtua/pengasuh mulai menjauh dari anak, sampai akhirnya anak berani untuk ditinggalkan di sekolah sendiri.
2) Menghindari orang lain (avoidant attachment)
Anak tampak selalu menghindari dari orang-orang yang tidak dekat dengan dirinya. Anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa mempercayai orang sehingga dia bisa dekat dengan orang tersebut.
3) Kecemasan disorganisasi (disorganized attachment).
Disorganized attachment bisa terjadi ketika anak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang-orang di sekelilingnya, sehingga dia kesulitan untuk membedakan perilaku orang-orang di sekitarnya. Misalnya : ada anak yang ragu-ragu dengan pengasuhnya, karena perilaku pembantunya ketika ada orangtuanya baik, ketika tidak ada orangtuanya menjadi tidak baik.
Rasa percaya anak pada lingkungannya terpengaruh oleh kondisi anak saat masa bayi (0-18 bulan). Menurut Erick Erickson, anak yang cendering pada waktu bayi kurang mendapatkan perlindungan dan kenyamanan dari orangtua dan lingkungannya, maka anak itu akan tumbuh dengan perasaan tidak percaya pada sekelilingnya (mistrust).
C. Perkembangan Kognisi
1. Teori pendukung perkembangan kognisi anak dari Piaget.
Teori Perkembangan kognisi adalah teori yang mempelajari cara anak berpikir,
memberikan alas an dan merasakan dunianya.
Ada 4 tahap, yaitu :
a. Sensorimotor : 0-2 tahun
Disebut sensorimotor karena pembelajaran anak hanya melibatkan panca
indra. Anak belajar untuk mengetahui dunianya hanya mengandalkan indera yaitu melalui meraba, membau, melihat, mendengar, dan merasakan. Ketika seorang bayi merangkat, mendekati mainan, maka yang ia
lakukan adalah :
- melihat dengan penglihatan
- gerakan mainan itu
- memegang dan merabanya
- membau
- memasukkan ke mulut untuk merasakan.
Pada rentang usia ini anak terus menerus bergerak. Dengan bergerak dia menjelajahi lingkungannya dan belajar hal-hal baru. Jika anak dilarang
bergerak, maka kemampuan kognisnya tidak akan berkembang. Sebagai contoh, kalau anak dihambat gerakannya dengan ’baby-walker”, atau digendong terus dengan selendang, diikat dsb maka gerakan anak menjadi terbatas, padahal dia ingin bebas bergerak untuk mengambil mainan. Proses anak itu mengambil mainan dan memainkannya merupakan proses kognisi. Karena anak berada dalam masa sensorimotor, maka bagi anak usia 0-2 th bukan merupakan hal yang sia-sia bermain dengan gerakan (sensorimotor) lewat meraba, membanting, menyentuh, dsb. . Jadi jelaslah, bahwa perkembangan kognisi harus melewati perkembangan motor.
1) Tahap-tahap perkembangan sensorimotor :
Tahap 1 : Refleks. Usia : lahir sampai 1 bulan
Kemampuan berpikir anak sangat sederhana, sekedar gerakan-
gerakan refleks saja.
Tahap 2 : Reaksi awal yang berulang-ulang . Usia : 1-4 bulan
Anak mulai belajar menggunakan anggota tubuhnya sendiri.
Dia belajar menggunakan anggota tubuhnya sendiri.
Disebut sebagai reaksi awal karena gerakannya berulang-ulang
mengikuti pola berikut : aksi – berulang - aksi
Kegiatan yang berulang-ulang tersebut menjadi perkembangan
kognisi awal.
Tahap 3 : Reaksi pengulangan kedua. Usia : 4-10 bulan
Merupakan reaksi lanjutan dari tahap awal yang melibatkan
benda- benda lain di luar dirinya.. Anak belajar sevara
kebetulan.
Contoh :
ü Anak mengetuk-ngetuk mainan
ü Anak menjatuhkan benda-benda berulang-ulang.
Anak senang melakukan hal itu, karena ia senang mendengar bunyinya, matanya mengikuti arah benda, tanpa disadari belajar tentang gravitasi (bahwa benda kalau dilemparkan bisa jatuh).
Tahap 4 : Koordinasi skema lanjutan. Usia : 10-12 bulan
Anak melakukan gerakan berulang-ulang dengan suatu tujuan..
Contoh : Anak mengetuk-ngetuk benda.
Tahap 5 : Reaksi pengulangan ketiga. Usia : 12-18 bulan
Anak melakukan gerakan berulang-ulang, dengan menggunakan
object-object yang baru, tetapi masih menggunakan cara-cara
yang lama. Gerakan anak sudah menunjukkan level yang lebih
tinggi.
Contoh : anak membuang-buang barang.
Tahap 6 : Awal berpikir - fungsi simbolik. Usia : 18-24 bulan
Anak menemukan alat-alat baru melalui kombinasi mental. Dia
dapat menggabungkan benda yang satu dengan yang lainnya. Contoh :
ü Anak mau mengambil sesuatu, lalu pakai alat lain
ü Ibu berpura-pura tidur, anak memperhatikan, lalu suatu saat anak pura-pura tidur.
ü Anak mau mengambil sesuatu di meja besar. Dia tidak bisa. Dia akan memukul-mukul meja dengan kedua tangannya dengan harapan barang itu bergerak mendekati dia. Ternyata tidak bisa, lalu ia tarik taplak, sedikit demi sedikit, akhirnya ditariknya seluruh taplak itu dan dia mendapatkan bendanya, sementara benda lain di taplak itu ikut terjatuh.
Jadi lingkungan perlu mendukung anak untuk belajar. Ketika lingkungan mengekang anak, maka anak tidak saja tidak berkembang secara fisik, tetapi juga secara kognitif. Karena itu Piaget berkata bahwa perkembangan kognisi diawali dengan masa sensori motor. Gerakan pada masa sensorimotor merupakan langkah awal agar pikiran anak berkembang.
2) Implikasi untuk masyarakat dalam memahami perkembangan anak usia
sensorimotor adalah:
Tahap 1 : memberi tahu orangtua yang memiliki anak usia 0-1 bulan,
bahwa ada refleks-refleks tertentu.
Tahap 2 : memberitahu orangtua bahwa anak masih belajar dengan
anggota badannya. Orangtua perlu mengamati anak usia
ini, dan tidak melarang ketika anak bermain dengan anggota
badannya.
Tahap 3 : mendukung anak dengan alat-alat apapun yang ada di
rumah untuk dimainkan, menjauhkan benda-benda yang
tajam dan runcing.
Tahap 4 : anak diberi kesempatan dengan memberikan lingkungan
yang bersih dan nyaman., orangtua terlibat aktif.
Tahap 5 : menghindarkan anak dari barang-barang yang berbahaya
Tahap 6 ; mendampingi anak bermain, memberikan alat-alat yang
dapat dimainkan anak untuk bermain peran.
b. Pra-operasional : 2-7 tahun
Pada masa ini dibagi 2 periode yaitu usia 2-4 tahun disebut masa prakonseptual, dan usia 4-7 tahun sebagai masa intuitif.
Pada masa ini anak masih belajar menggunakan panca indranya, tetapi sudah bisa menggunakan bahasa berupa kata-kata yang mewakili suatu benda yang tidak dapat dilihatnya.
Masa praoperasional merupakan masa keingintahuan. Anak selalu bertanya dan menyelidiki hal-hal yang baru. Anak yang banyak bertanya menunjukkan bahwa anak itu sedang berpikir. Mereka selalu ingin tahu dan ingin mencoba semua yang ada di lingkungannya. Cara berpikirnya masih egosentris, artinya ia hanya memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri, dan tidak menyadari bahwa pandangan orang lain tidak sama dengan pandangannya. Dia hanya berpikir bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk dirinya dan kenikmatannya. Dia belum dapat menggunakan alasan-alasan logis, tetapi lebih banyak menggunakan alasan-alasan intuitif. Karena itu diapun akan berpikir bahwa orang dewasa berpikir seperti dirinya. Contoh ; seorang anak melihat ibunya sedang menggoreng di dapur. Ia senang mendengar bunyi ikan digoreng, asap yang keluar dari penggorengan, dan bau harum yang dihasilkan dari proses menggoreng itu. Dia berpikir,”Wah, ibu sedang bermain masak-masakan”. Diapun ingin ikut-ikut membantu ibu memasak.
Pada masa ini anak sulit menerima alasan orang lain, dan cenderung memaksa
orang untuk mengerti dirinya. Tidak heran jika tidak mendapatkan yang diinginkannya, dia akan menangis, menggulung-gulung di lantai, dsb. Orangtua akhirnya memberikan apa yang dikehendakinya, karena kungkin dia malu pada orang lain. Solusi yang terbaik adalah mengabaikan saja, dan tetap konsisten dengan kesepakatan semula, agar anak tidak memanfaatkan kelemahan orangtua sebagai senjata.
c. Operasional konkrit : 7 – 11 tahun
Karakteristik dari perkembangan masa operasional konkrit adalah ;
1) Anak mampu menunjukkan operasi mental, artinya anak bisa membuat sesuatu secara mental
2) Mampu berpikir kebalikan
Misalnya : anak ditakut-takuti “kalau tidak makan nanti ditangkap polisi”. Anak bisa bilang,”mama dulu yang akan ditangkap polisi”.
3) Operasi dapat digunakan pada obyek-obyek yang ada.
4) Dapat mengelompokkan benda-benda sesuai dengan karakteristiknya.
5) Mampu berpikir konservasi
6) Dapat menghubungkan waktu dan tempat.
d. Operasional formal : 12 tahun ke atas
Karakteristik dari perkembangan masa operasional formal adalah :
1) Dapat memikirkan masa depan, abstrak dan hipotesis.
2) Dapat memberikan alasan yang mengandung kesimpulan
3) Dapat berpikir lebih luwes, logis dan sistematis
Anak pada usia ini dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, dan mampu memahami kondisi orang lain. Misalnya ; jika orangtua mengatakan tidak memiliki uang, dan perlu menunda pembelian sampai jumlah uang cukup, maka anak bisa memahami..
2. Unsur-unsur kognisi
a. Asimilasi
Kemampuan anak untuk menyimpan informasi yang didapatnya dari
lingkungannya ke dalam pikirannya.
Contoh : seorang anak mempunyai mainan putar-putar. Dia mencoba
menyentuhnya.. Dia melihat ada tali, lalu tanpa sengaja ia menarik tali itu.
Waktu ditarik ternyata berputar dan berbunyi.
b. Akomodasi
Semakin banyak anak memiliki pengalaman, semakin banyak pula anak akan
berpikir.
Contoh : seorang bayi usia 8 bulan yang sudah bisa duduk tanpa sengaja
mengambil mainan dan menggelindingkannya. Benda tersebut bergerak....
Bayi itu mengamatinya, dan dia belajar dengan menyentuhnya, membanting,
menggelindingkannya, demikian berulang-ulang.
Anak akan mengulangi apa yang pernah dipelajarinya kemarin pada hari ini,
dan apa yang dipelajarinya pada hari ini akan dipelajarinya lagi besok.
c. Adaptasi
Apa yang sudah menjadi pengetahuan anak akan mengalami perkembangan.
Dia sekarang tidak hanya menyentuh mainan saja, tapi langsung menarik.
Contoh : Suatu hari anak-anak diajak ke peternakan. Guru menerangkan tentang membedakan telur bagus dan telur rusak. Guru memperagakan bagaimana menunjukkan kualitas telur sambil memberi penjelasan kepada anak bahwa telur dikatakan bagus jika dipungut dengan jari lalu diangkat ternyata telur tidak putus, tetapi menyambung seperti benang.. Minggu depannya anak-anak diajak ke peternakan lagi untuk memecah telur, dan ternyata semua anak memecah telur dan melakukan gerakan seperti pengalaman guru ketika menerangkan, yaitu memungut dan mengangkatnya ke atas. Itu artinya : pengalaman masa lalu dibawa untuk belajar hari ini. Jika hari ini tidak diberi pengalaman baru, maka ia tidak akan belajar besok.
3. Implikasi dari teori perkembangan kognisi
a. Bagaimana anak belajar ?proses perkembangan. Pertumbuhan merupakan proses kuantitatif yang menunjukkan perubahan yang dapat diamati secara fisik. Pertumbuhan dapat diamati melalui penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak. Misalnya seorang anak kecil menjadi tinggi dan besar. Sedangkan perkembangan merupakan proses kualitatif yang menunjukkan bertambahnya kemampuan (ketrampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang beraturan dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan berkaitan dengan aspek kemampuan motor, intelektual, sosial, emosional, dan bahasa. Misalnya anak menjadi lebih cerdas atau lebih fasih berbicara.
A. Perkembangan Fisik
1. Teori pendukung perkembangan motor anak : teori kematangan (maturational
theory)
Teori ini mengajarkan bahwa anak mempunyai waktu kematangan masing-masing. Pada saat anak telah matang maka ia siap melakukan suatu hal yang baru.. Dari sudut pandang neurologis, kematangan sel syaraf akan membuat anak siap melakukan hal- hal baru. Kematangan tidak perlu dipengaruhi oleh latihan-latihan, tetapi memberikan pengalaman yang menyenangkan dan dengan cara yang tepat dapat berpengaruh pada kematangan.
2. Perkembangan Fisik meliputi :
a. Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar anak akan berkembang sesuai dengan usianya (age appropriateness). Orang dewasa tidak perlu melakukan bantuan terhadap kekuatan otot besar anak. Jika anak telah matang, maka dengan sendirinya anak akan melakukan gerakan yang sudah waktunya untuk dilakukan. Misalnya : seorang anak usia 6 bulan belum siap duduk sendiri, maka orang dewasa tidak perlu memaksakan dia duduk di sebuah kursi.
Tahapan motorik kasar untuk anak :
1) Merangkak
2) Berdiri
3) Memanjat
4) Berjalan
5) Berlari
6) Menendang
7) Menangkap
8) Melompat
9) Meluncur
10) Lompat tali
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung motorik kasar anak misalnya :
1) Berjalan dengan berbagai gerakan
2) Mencari jejak
3) Berjalan seperti binatang
4) Berjalan naik turun tangga
5) Berbaris, melangkah, berjinjit, berjalan seperti gerakan kuda lari
6) Berlari seperti pecutan kuda
7) Berjalan di tempat
8) Lompatan kanguru
9) Melompat dengan trampoline kecil
10) Melompat seperti katak
11) Berjalan dengan papan titian maju, mundur, ke samping, membawa benda.
12) Place two poles between 2 cahirs’ backs and have children to duck
13) Pick up chips/put down chips. (mengambil barang-barang di lantai dan mengumpulkannya ke dalam basket)
14) Membungkuk/mengumpulkan makanan
15) Bermain terowongan
16) Bermain kursi ditutup selimut
17) Menginjak alas dengan berbagai bahan seperti kartun /plastic bekas telur,
kain perca, potongan gelas aqua, sabut kelapa. dsb)
18) Melemparkan barang-barang ke mulut harimau )
19) Kursi bermusik
Bermain dengan aturan. Untuk 3 tahun ke atas.
Berdiri di lingkaran dan berputar dengan musik. Kursi diambil 1, jika music berhenti, masing-masing harus mendapatkan 1 kursi.
Untuk anak toodler, boleh digunakan asal kursinya tidak diambil. Semua anak dapat kursi.
20) Hula hop, senam dan lagu.
21) Bermain outdoor
22) Menggulung/menendang/melempar / menangkap
b. Perkembangan motorik halus.
Motorik halus mengembangkan kemampuan anak dalam menggunakan jari-jarinya, khususnya ibu jari dan jari telunjuk. Kemampuan motorik halus ada bermacam- macam, yaitu ;
1) Memegang (grasping)
a) Palmer grasping
Anak menggenggam sesuatu benda dengan menggunakan telapak tangannya.
Biasanya usia anak di bawah 1.5 tahun lebih cenderung menggunakan genggaman ini. Anak merasa lebih mudah dan sederhana dengan memegang benda menggunakan telapak tangan. Kadang kita bisa mengamati anak memungut kismis , tetapi kemudian sering diacak-acak memakai telapak tangan. Karena motorik halus yang belum berkembang dengan baik, maka anak perlu mendapatkan alat-alat yang lebih besar untuk melatih motorik halusnya. Jangan memberi crayon / kuas yang kecil pada anak usia 1,5-2 tahun, tetapi gunakan yang lebih besar. Demikian pula jika memberikan piring, gunakan piring yang lebih cekung dan sendok yang lebih panjang dan kecil, sehingga ketika anak mengambil sesuatu dari piringnya, ada penahan pada dinding piring.
b) Pincer grasping
Perkembangan motorik halus yang semakin baik akan menolong anak untuk dapat memegang tidak dengan telapak tangan, tetapi dapat menggunakan jari-jarinya. Ketika anak sedang makan, maka cara memegang sendoknya pun akan lebih baik, menyerupai cara orang dewasa memegang.
1) Mencoret
Anak senang mencoret-coret (mark-makings) menggunakan beberapa alat tulis seperti crayon, spidol kecil, spidol besar, pensil warna, kuas, dsb. Coretan ini akan makin bermakna seiring dengan perkembangan kemampuan motorik halus dan kognisi anak.
c. Koordinasi tangan mata
Koordinasi mata tangan memiliki 2 aspek yaitu
1) Kemampuan menolong diri sendiri (self help skill)
Kemampuan untuk menolong diri sendiri misalnya :
· mencuci tangan
· menyisir rambut
· menggosok gigi
· memakai pakaian
· makan dan minum sendiri, dsb
2) Kemampuan untuk pembelajaran
Koordinasi tangan dan mata anak dapat dilatih dengan banyak melakukan aktivitas misalnya :
· membuka bungkus permen
· membawa gelas berisi air tanpa tumpah
· membawa bola di atas piring tanpa jatuh
· mengupas buah
· bermain playdough
· meronce, menganyam, menjahit
· melipat
· menggunting
· mewarna, menggambar dan menulis
· menumpuk mainan, dsb
Setiap gerakan yang dilakukan anak akan melibatkan koordinasi tangan dan mata juga gerakan motorik kasar dan halus. Makin banyak gerakan yang dilakukan anak, maka makin banyak pula koordinasi yang diperlukannya. Karena itu, anak perlu mendapatkan banyak kegiatan yang menunjang motorik kasar dan halus anak, yang tentunya dirancang dengan baik seduai dengan usia perkembangan anak.
B. Perkembangan Sosial Emosional
1. Kelekatan Pra kelahiran
Lingkungan prenatal adalah fisiological environment.
Pengaruh psikologis selama kehamilan akan berpengaruh pada fisiological anak.
Sejak dari kandungan anak sudah memiliki ikatan emosional dengan ibunya.
Di dalam kandungan, ibu sudah memiliki rasa penerimaan terhadap bayi (physiological attachment). Ikatan ini membuat bayi bisa bertahan selama berada di dalam kandungan ibu. Ketika bayi dilahirkan, dengan pemotongan tali pusar yang menghubungkan bayi dan anak, maka kelekatan fisik (physical attachement) menjadi terputus dan mulailah ikatan secara psikologis (psychological attachement ) antara ibu dan anak. Penelitian menemukan bahwa ikatan psikologis berperan bagi anak itu nantinya untuk mempertahankan hidupnya di dunia ini.
3. Teori tentang kelekatan bayi :
a. Ethological Explanation (John Bowlby – 1969)
Teori ini percaya pada peranan pengasuh (ibu, nenek, bibi, dll), konsistensi, dan lingkungan. Pengasuh yang sering bersama anak dapat membaca tanda-tanda / respon anak. Demikian juga lingkungan yang konsisten akan membuat anak lebih dekat dengan orang-orang dan situasi yang selalu bersama anak.
Diperlukan objek lekat yang memenuhi kebutuhan psikologis anak.
Bowlby menjelaskan sejumlah kunci yang menunjukkan kelekatan anak pada orang dewasa :
1) Seorang anak dilahirkan dengan predisposisi untuk lekat pada pengasuhnya.
2) Seorang anak akan dapat mengatur perilakunya dan menjaga hubungan kelekatan dengan orang yang dekat dengannya yang merupakan kunci kemampuan bertahan hidupnya secara fisik dan psikologis.
3) Perkembangan social sangat berhubungan dengan perkembangan kognisi.
Seorang bayi berusia 6 bulan ke atas bertemu dg wanita selain ibunya, dia mulai bisa mengenali bahwa dia bukan ibunya. Seorang bayi mengenali ibunya dengan menunjukkan senyum
4) Seorang anak akan memelihara hubungan dengan orang lain jika orang tersebut banyak menunjukkan fungsinya yang bertanggungjawab pada diri anak itu.
5) Jika orangtua tidak mampu menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan anak, maka anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan emosi dan kemampuan berpikirnya.
6) Perilaku anak seperti tersenyum, memanggil, menangis, menggelayut menunjukkan perilaku kelekatan pada orang yang ada di hati anak.
Lebih jauh, teori Eric Ericson (teori psikososial) mengemukakan kepercayaan
dasar yang perlu dibangun di dalam diri anak. Kasih sayang membuat anak lebih bisa bertahan hidup, karena itu kasih sayang merupakan kebutuhan paling mendasar di dalam diri anak..
Harslow pernah melakukan percobaan dengan simpanse. Dalam penelitiannya ia memberikan simpanse suatu makanan yang dibungkus dengan logam dan suatu benda (bukan makanan) yang dibungkus dengan bulu-bulu. Ternyata simpanse memilih makanan yang dibungkus logam, tapi hanya sebentar, lalu pindah ke makanan yang dibungkus bulu-bulu. Bayi sekalipun diberi makanan tetapi jika ibunya tidak memberikan dengan rasa kasih sayang, mungkin saja anak tidak mau makan/minum. Jadi kebutuhan anak yang utama adalah rasa nyaman. Apapun yang dibutuhkan anak seperti rasa lapar, haus, ganti popok, dll akan terpenuhi jika rasa nyaman terlebih dahulu diperoleh anak itu.
Anak merasa lekat pada seseorang, hanya lewat perasaannya. Kadang di lembaga anak usia dini seorang anak lekat pada guru yang satu, tetapi tidak pada guru yang lain. Atau mungkin pada pembantu yang satu bukan yang lain. Mungkin saja seorang anak tidak mau sama sekali pada orang lain. Jika seseorang dekat pada seorang anak, maka orang tersebut akan bisa membaca segala tanda dari anak. Baik saat bayi tersenyum ataupun menangis. Misalnya : seorang bayi menangis, maka orang yang terdekat akan mengetahui apakah tangis bayi itu tangis kelaparan, kedinginan, ketakutan, tidak nyaman, dsb. Orang tersebut akan mudah mengenali tangis anak yang terdengar berbeda-beda, sehingga diapun merespon dengan cara yang berbeda-beda. Dia sangat mengetahui bahwa jika tangisnya menunjukkan rasa lapar, maka bayi tersebut langsung diam begitu mendengar sang ibu yang sedang membuatkan air minum dan ia mendengar suara air termos dituang ke dalam botol. Ibu mungkin merespon tangis bayi anak yang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan menggendongnya, atau tangis karena mengompol dengan segera mengganti popok si bayi, dll.
b. Psychoanalytic Explanation (Sigmund Freud)
Teori ini mengatakan bahwa kelekatan anak bukan pada sesuatu yang psikis,
tetapi lebih pada makanan..Anak terikat pada pengasuh karena makanan, karena kebutuhan rasa lapar terpenuhi Saat lahir kebutuhan dasar yang hrs dipenuhi adalah rasa lapar. Jadi dia tidak perduli siapa yang memberikan makanan pada bayi, dia hanya perlu kebutuhan rasa lapar dan haus terpenuhi. Teori Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan yang mendasar adalah makanan. Lihat di panti asuhan, mereka merasa dekat dengan pengasuh yang sering memberi makanan kepada mereka. Bayi jika tidak diberi makanan, dia akan mati. Bayi masih bisa merasa bertahan tanpa kasih sayang asal ada makanan.
Dengan adanya attachment anak dapat membangun hubungan dari simple to complex. Anak sudah tahu cara bagiamana agar ia dapat didekati oleh orangtuanya. Jadi antara yang psychoanality dan ethological bisa saling memahami. Freud memang hanya pada instink. Bowlby tidak hanya pada makanan, tetapi lebih keseluruhan, termasuk attachment.
3. Anak mengetahui cara untuk menyesuaikan diri. Kemampuan ini dimiliki anak lebih baik daripada orangtua.
Studi mengenai situasi yang asing oleh Mary Ainsworth (murid dari Joh Bowlby) mengatakan bahwa anak memiliki beberapa kelekatan, yaitu :
a. Kelekatan yang nyaman (secure attachment )
1) Anak lebih baik dilatih untuk mengeksplor segala sesuatu sendiri, jika memungkinkan orangtua menjauh, sehingga anak bisa melalukan segala sesuatu atas kemauan sendiri.
2) Kemandirian akan membuat anak lebih mudah memiliki kelekatan yang nyaman. Anak berada dalam situasi yang beragam, kadang bisa mandiri kadang bsa bersama ibu, atau orang lain.
3) Anak perlu membangun rasa percaya pada orang lain dan lingkungannya.
4) Anak yang mendapatkan penghargaan dari orang-orang yang dicintainya, akan memberikan rasa percaya diri pada anak itu.
5) Karakter yang terbangun pada masa usia dini seperti kemandirian, ketekunan, percaya diri, dll akan berdampak pada hubungan yang baik di masa selanjutnya.
b. Kelekatan yang tidak nyaman (insecure attachment).
Anak bisa ditakut-takuti ibunya karena :ia percaya pada ibunya, juga karena dia tidak bisa membedakan yang riil dan imajinasi, logika anak belum berjalan dengan baik.
Orangtua yang sering menunjukkan perilaku cemas dalam kehidupan sehari-harinya akan memicu anak untuk mudah cemas pula. Orangtua yang berada dalam kondisi sosial yang rendah, hubungan dengan orang lain yang sangat kurang, kurang dapat mengendalikan diri, mudah marah, dll akan mudah terinternalisasi dalam diri anak. Orangtua juga sering menunjukkan sikap yang tidak konsisten pada anak baik secara langsung maupun tidak langsung Perilaku-perilaku tersebut memicu rasa tidak nyaman bagi anak.
Kelekatan tidak nyaman akan muncul ketika anak mengalami kecemasan pada beberapa hal berikut, yaitu :
1) Kecemasan pada orang asing (stranger attachmenty)
Kecemasan pada orang asing (stranger anxiety ) adalah normal pada perkembangan social anak. Karena itu orangtua perlu berhati-hati dalam memberikan anaknya pada orang lain. Selama dia asing bagi anak itu, maka anak tidak akan pernah mau bersama orang itu. Kecemasan berpisah biasanya muncul setelah anak mencapai usia tertentu, khususnya menjelang masuk ke sekolah.
Bagaimana cara agar anak bisa berangkat ke sekolah tanpa ditunggu orangtua dan merasa nyaman ? Yang terpenting adalah membangun rasa percaya anak di lingkungan barunya. Beberapa masukan berikut ini bisa dicoba, mungkin dapat membantu anak agar lebih berani ke sekolah :
ü Orangtua melakukan orientasi lebih dulu terhadap sekolah itu, sehingga anak merasa mengenal sekolah itu dan tidak kaget. Kalau perlu anak bermain bebas di sekolah itu selama beberapa waktu, sehingga anak tidak asing dengan bangunan dan suasana sekolah, juga wajah orang-orang yang ada di sekolah termasuk para guru.
ü Setelah anak merasa kenal dengan lingkungan barunya, anak mulai dapat
dimasukkan ke sekolah, dengan pendampingan dari orangtua/pengasuh sampai anak merasa dekat dengan para guru dan teman-teman di sekolah.
ü Secara berangsur, orangtua/pengasuh mulai menjauh dari anak, sampai akhirnya anak berani untuk ditinggalkan di sekolah sendiri.
2) Menghindari orang lain (avoidant attachment)
Anak tampak selalu menghindari dari orang-orang yang tidak dekat dengan dirinya. Anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa mempercayai orang sehingga dia bisa dekat dengan orang tersebut.
3) Kecemasan disorganisasi (disorganized attachment).
Disorganized attachment bisa terjadi ketika anak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang-orang di sekelilingnya, sehingga dia kesulitan untuk membedakan perilaku orang-orang di sekitarnya. Misalnya : ada anak yang ragu-ragu dengan pengasuhnya, karena perilaku pembantunya ketika ada orangtuanya baik, ketika tidak ada orangtuanya menjadi tidak baik.
Rasa percaya anak pada lingkungannya terpengaruh oleh kondisi anak saat masa bayi (0-18 bulan). Menurut Erick Erickson, anak yang cendering pada waktu bayi kurang mendapatkan perlindungan dan kenyamanan dari orangtua dan lingkungannya, maka anak itu akan tumbuh dengan perasaan tidak percaya pada sekelilingnya (mistrust).
C. Perkembangan Kognisi
1. Teori pendukung perkembangan kognisi anak dari Piaget.
Teori Perkembangan kognisi adalah teori yang mempelajari cara anak berpikir,
memberikan alas an dan merasakan dunianya.
Ada 4 tahap, yaitu :
a. Sensorimotor : 0-2 tahun
Disebut sensorimotor karena pembelajaran anak hanya melibatkan panca
indra. Anak belajar untuk mengetahui dunianya hanya mengandalkan indera yaitu melalui meraba, membau, melihat, mendengar, dan merasakan. Ketika seorang bayi merangkat, mendekati mainan, maka yang ia
lakukan adalah :
- melihat dengan penglihatan
- gerakan mainan itu
- memegang dan merabanya
- membau
- memasukkan ke mulut untuk merasakan.
Pada rentang usia ini anak terus menerus bergerak. Dengan bergerak dia menjelajahi lingkungannya dan belajar hal-hal baru. Jika anak dilarang
bergerak, maka kemampuan kognisnya tidak akan berkembang. Sebagai contoh, kalau anak dihambat gerakannya dengan ’baby-walker”, atau digendong terus dengan selendang, diikat dsb maka gerakan anak menjadi terbatas, padahal dia ingin bebas bergerak untuk mengambil mainan. Proses anak itu mengambil mainan dan memainkannya merupakan proses kognisi. Karena anak berada dalam masa sensorimotor, maka bagi anak usia 0-2 th bukan merupakan hal yang sia-sia bermain dengan gerakan (sensorimotor) lewat meraba, membanting, menyentuh, dsb. . Jadi jelaslah, bahwa perkembangan kognisi harus melewati perkembangan motor.
1) Tahap-tahap perkembangan sensorimotor :
Tahap 1 : Refleks. Usia : lahir sampai 1 bulan
Kemampuan berpikir anak sangat sederhana, sekedar gerakan-
gerakan refleks saja.
Tahap 2 : Reaksi awal yang berulang-ulang . Usia : 1-4 bulan
Anak mulai belajar menggunakan anggota tubuhnya sendiri.
Dia belajar menggunakan anggota tubuhnya sendiri.
Disebut sebagai reaksi awal karena gerakannya berulang-ulang
mengikuti pola berikut : aksi – berulang - aksi
Kegiatan yang berulang-ulang tersebut menjadi perkembangan
kognisi awal.
Tahap 3 : Reaksi pengulangan kedua. Usia : 4-10 bulan
Merupakan reaksi lanjutan dari tahap awal yang melibatkan
benda- benda lain di luar dirinya.. Anak belajar sevara
kebetulan.
Contoh :
ü Anak mengetuk-ngetuk mainan
ü Anak menjatuhkan benda-benda berulang-ulang.
Anak senang melakukan hal itu, karena ia senang mendengar bunyinya, matanya mengikuti arah benda, tanpa disadari belajar tentang gravitasi (bahwa benda kalau dilemparkan bisa jatuh).
Tahap 4 : Koordinasi skema lanjutan. Usia : 10-12 bulan
Anak melakukan gerakan berulang-ulang dengan suatu tujuan..
Contoh : Anak mengetuk-ngetuk benda.
Tahap 5 : Reaksi pengulangan ketiga. Usia : 12-18 bulan
Anak melakukan gerakan berulang-ulang, dengan menggunakan
object-object yang baru, tetapi masih menggunakan cara-cara
yang lama. Gerakan anak sudah menunjukkan level yang lebih
tinggi.
Contoh : anak membuang-buang barang.
Tahap 6 : Awal berpikir - fungsi simbolik. Usia : 18-24 bulan
Anak menemukan alat-alat baru melalui kombinasi mental. Dia
dapat menggabungkan benda yang satu dengan yang lainnya. Contoh :
ü Anak mau mengambil sesuatu, lalu pakai alat lain
ü Ibu berpura-pura tidur, anak memperhatikan, lalu suatu saat anak pura-pura tidur.
ü Anak mau mengambil sesuatu di meja besar. Dia tidak bisa. Dia akan memukul-mukul meja dengan kedua tangannya dengan harapan barang itu bergerak mendekati dia. Ternyata tidak bisa, lalu ia tarik taplak, sedikit demi sedikit, akhirnya ditariknya seluruh taplak itu dan dia mendapatkan bendanya, sementara benda lain di taplak itu ikut terjatuh.
Jadi lingkungan perlu mendukung anak untuk belajar. Ketika lingkungan mengekang anak, maka anak tidak saja tidak berkembang secara fisik, tetapi juga secara kognitif. Karena itu Piaget berkata bahwa perkembangan kognisi diawali dengan masa sensori motor. Gerakan pada masa sensorimotor merupakan langkah awal agar pikiran anak berkembang.
2) Implikasi untuk masyarakat dalam memahami perkembangan anak usia
sensorimotor adalah:
Tahap 1 : memberi tahu orangtua yang memiliki anak usia 0-1 bulan,
bahwa ada refleks-refleks tertentu.
Tahap 2 : memberitahu orangtua bahwa anak masih belajar dengan
anggota badannya. Orangtua perlu mengamati anak usia
ini, dan tidak melarang ketika anak bermain dengan anggota
badannya.
Tahap 3 : mendukung anak dengan alat-alat apapun yang ada di
rumah untuk dimainkan, menjauhkan benda-benda yang
tajam dan runcing.
Tahap 4 : anak diberi kesempatan dengan memberikan lingkungan
yang bersih dan nyaman., orangtua terlibat aktif.
Tahap 5 : menghindarkan anak dari barang-barang yang berbahaya
Tahap 6 ; mendampingi anak bermain, memberikan alat-alat yang
dapat dimainkan anak untuk bermain peran.
b. Pra-operasional : 2-7 tahun
Pada masa ini dibagi 2 periode yaitu usia 2-4 tahun disebut masa prakonseptual, dan usia 4-7 tahun sebagai masa intuitif.
Pada masa ini anak masih belajar menggunakan panca indranya, tetapi sudah bisa menggunakan bahasa berupa kata-kata yang mewakili suatu benda yang tidak dapat dilihatnya.
Masa praoperasional merupakan masa keingintahuan. Anak selalu bertanya dan menyelidiki hal-hal yang baru. Anak yang banyak bertanya menunjukkan bahwa anak itu sedang berpikir. Mereka selalu ingin tahu dan ingin mencoba semua yang ada di lingkungannya. Cara berpikirnya masih egosentris, artinya ia hanya memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri, dan tidak menyadari bahwa pandangan orang lain tidak sama dengan pandangannya. Dia hanya berpikir bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk dirinya dan kenikmatannya. Dia belum dapat menggunakan alasan-alasan logis, tetapi lebih banyak menggunakan alasan-alasan intuitif. Karena itu diapun akan berpikir bahwa orang dewasa berpikir seperti dirinya. Contoh ; seorang anak melihat ibunya sedang menggoreng di dapur. Ia senang mendengar bunyi ikan digoreng, asap yang keluar dari penggorengan, dan bau harum yang dihasilkan dari proses menggoreng itu. Dia berpikir,”Wah, ibu sedang bermain masak-masakan”. Diapun ingin ikut-ikut membantu ibu memasak.
Pada masa ini anak sulit menerima alasan orang lain, dan cenderung memaksa
orang untuk mengerti dirinya. Tidak heran jika tidak mendapatkan yang diinginkannya, dia akan menangis, menggulung-gulung di lantai, dsb. Orangtua akhirnya memberikan apa yang dikehendakinya, karena kungkin dia malu pada orang lain. Solusi yang terbaik adalah mengabaikan saja, dan tetap konsisten dengan kesepakatan semula, agar anak tidak memanfaatkan kelemahan orangtua sebagai senjata.
c. Operasional konkrit : 7 – 11 tahun
Karakteristik dari perkembangan masa operasional konkrit adalah ;
1) Anak mampu menunjukkan operasi mental, artinya anak bisa membuat sesuatu secara mental
2) Mampu berpikir kebalikan
Misalnya : anak ditakut-takuti “kalau tidak makan nanti ditangkap polisi”. Anak bisa bilang,”mama dulu yang akan ditangkap polisi”.
3) Operasi dapat digunakan pada obyek-obyek yang ada.
4) Dapat mengelompokkan benda-benda sesuai dengan karakteristiknya.
5) Mampu berpikir konservasi
6) Dapat menghubungkan waktu dan tempat.
d. Operasional formal : 12 tahun ke atas
Karakteristik dari perkembangan masa operasional formal adalah :
1) Dapat memikirkan masa depan, abstrak dan hipotesis.
2) Dapat memberikan alasan yang mengandung kesimpulan
3) Dapat berpikir lebih luwes, logis dan sistematis
Anak pada usia ini dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, dan mampu memahami kondisi orang lain. Misalnya ; jika orangtua mengatakan tidak memiliki uang, dan perlu menunda pembelian sampai jumlah uang cukup, maka anak bisa memahami..
2. Unsur-unsur kognisi
a. Asimilasi
Kemampuan anak untuk menyimpan informasi yang didapatnya dari
lingkungannya ke dalam pikirannya.
Contoh : seorang anak mempunyai mainan putar-putar. Dia mencoba
menyentuhnya.. Dia melihat ada tali, lalu tanpa sengaja ia menarik tali itu.
Waktu ditarik ternyata berputar dan berbunyi.
b. Akomodasi
Semakin banyak anak memiliki pengalaman, semakin banyak pula anak akan
berpikir.
Contoh : seorang bayi usia 8 bulan yang sudah bisa duduk tanpa sengaja
mengambil mainan dan menggelindingkannya. Benda tersebut bergerak....
Bayi itu mengamatinya, dan dia belajar dengan menyentuhnya, membanting,
menggelindingkannya, demikian berulang-ulang.
Anak akan mengulangi apa yang pernah dipelajarinya kemarin pada hari ini,
dan apa yang dipelajarinya pada hari ini akan dipelajarinya lagi besok.
c. Adaptasi
Apa yang sudah menjadi pengetahuan anak akan mengalami perkembangan.
Dia sekarang tidak hanya menyentuh mainan saja, tapi langsung menarik.
Contoh : Suatu hari anak-anak diajak ke peternakan. Guru menerangkan tentang membedakan telur bagus dan telur rusak. Guru memperagakan bagaimana menunjukkan kualitas telur sambil memberi penjelasan kepada anak bahwa telur dikatakan bagus jika dipungut dengan jari lalu diangkat ternyata telur tidak putus, tetapi menyambung seperti benang.. Minggu depannya anak-anak diajak ke peternakan lagi untuk memecah telur, dan ternyata semua anak memecah telur dan melakukan gerakan seperti pengalaman guru ketika menerangkan, yaitu memungut dan mengangkatnya ke atas. Itu artinya : pengalaman masa lalu dibawa untuk belajar hari ini. Jika hari ini tidak diberi pengalaman baru, maka ia tidak akan belajar besok.
3. Implikasi dari teori perkembangan kognisi
1) Anak belajar harus menggunakan panca inderanya dengan menggunakan benda- benda konkrit.
2) Anak belajar dengan melakukan/mengalami langsung
3) Anak belajar sesuai dengan kecepatan dan minat masing-masing
4) Belajar lebih menekankan proses dari pada hasil akhir
. b. Bagaimana guru mengajar ?
1) Guru memberikan pengalaman yang nyata.
2) Guru memberikan pengalaman sesuai dengan usia anak agar anak dapat
mengeksplor dan memanipulasi mainan dan lingkungannya.
3) Guru sebagai fasilitator memberikan pengalaman yang bervariasi dan bahan
yang berbeda-beda sehingga anak dapat melakukan permainan yang beragam.
2) Anak belajar dengan melakukan/mengalami langsung
3) Anak belajar sesuai dengan kecepatan dan minat masing-masing
4) Belajar lebih menekankan proses dari pada hasil akhir
. b. Bagaimana guru mengajar ?
1) Guru memberikan pengalaman yang nyata.
2) Guru memberikan pengalaman sesuai dengan usia anak agar anak dapat
mengeksplor dan memanipulasi mainan dan lingkungannya.
3) Guru sebagai fasilitator memberikan pengalaman yang bervariasi dan bahan
yang berbeda-beda sehingga anak dapat melakukan permainan yang beragam.
2 komentar:
Saya lagi bikin skripsi tentang perkembangan jiwa beragama anak usia dini, bisa bantu? kirim ke email saya ya... la.anggra@yahoo.co.id
Makasih sebelumnya atas bantuan yang diberikan
mas ada referensinya ??
Posting Komentar